Apa itu Valentine ?
Foto oleh alleksana dari Pexels
Bulan februari kusus tanggal 14 February adalah hari valentine yang banyak dirayain di seluruh dunia terutama oleh pasangan muda mudi, tidak juga pasangan pasangan yg sudah lanjut usia bahkan ikut merayakan kenapa?. Valentine adalah lambang hari kasih sayang buat pasangan, bisa juga rasa sayang kepada orang tua atau rasa sayang terhadap orang dekat lainnya, tidak harus kepada pasangan (lawan jenis), belakangan ini sering kontroversi soal perayaan Valentine yang di anggap bukan budaya kita / bukan budaya orang Indonesia?. Mari kita lihat apa sebenarnya budaya kita" mari kita belajar berpikir apa itu budaya.
Apa Budaya Kita? Apa Budaya Indonesia?
Orang gampang benar ngomong soal "bukan budaya kita". Pertanyaannya, "kita" itu siapa? Sederhana saja, pakai jas itu bukan budaya kita. Wong sini panas, kenapa kita pakai jas? Tapi itu jadi baju resmi, bahkan foto resmi Presiden pakai jas.
Agama resmi yang diakui negara justru berasal dari luar semua. Agama lokal justru tidak diakui sebagai agama. Kalau mau jujur, semua budaya terkait agama, adalah budaya luar, bukan?
Rumus dasar budaya adalah adanya interaksi berbagai budaya, yang lokal berbaur dengan budaya dari luar, membentuk budaya baru. Saya tidak pernah keberatan dengan itu, selama tidak merusak. Kalau ada, misalnya, yang membawa budaya honor killing dari luar, saya akan menolaknya. Tapi kalau budaya buat senang-senang saja, silakan. Apalagi kalau dari situ ada kegiatan ekonomi, itu perlu didukung.
Yang ngomong "bukan budaya kita" itu biasanya cuma ingin menolak hal-hal yang bukan preferensi dia. Sedangkan hal-hal yang merupakan preferensi dia, walau terang-terangan diimpor dari luar, tidak dia ocehkan.
Apakah Zina Sudah Menjadi Budaya kita.
Ini hal yang sulit diakui banyak orang. Zina itu sudah biasa. Jangankan di kota besar sekarang. Saat saya masih kecil, tahun 80-an, di kampung di pulau kecil pesisir ujung sana, banyak orang berzina. Sudah cukup lumrah di kampung saya dulu, perempuan hamil duluan. Lalu buru-buru dinikahkan. Pernah ada yang konyol pula. Seseorang menghamili adik iparnya. Kemudian itu perempuan ditawarkan ke siapa saja yang mau menikahinya, agar tidak beranak tanpa laki.
Kita mengklaim budaya luhur, hanya senggama kalau sudah menikah. Yang senggama di luar nikah, dituduh terpengaruh budaya luar. Lha itu orang di kampung saya, terpengaruh siapa? Zaman itu, TV aja nggak ada di kampung. Orang tidak mau mengakui bahwa dorongan kebutuhan seks itu begitu natural, ada banyak kasus agama dan adat tidak lagi bisa mencegahnya.
Di kota besar sudah makin biasa orang senggama sebelum nikah. Tapi tetap saja banyak orang mencoba mengingkari fakta itu.
Berzina di Hari Valentine
Apakah ada orang berzina di Hari Valentine? Ada banyak. Tapi apakah mereka tidak berzina di hari lain? Berzina juga. Bahkan ada pula yang tetap berzina, meski bulan puasa. Artinya, orang berzina tidak kenal waktu. Si Otong mana bisa dijadwalin.
Apakah setiap orang merayakan Hari Valentine dengan berzina? Tidak. Saya mengenal Hari Valentine waktu SMA. Tahu dari mana? Dari majalah remaja. Saya suka membaca, suka pinjam majalah punya teman yang cukup berada sehingga bisa beli majalah. Di kalangan teman-teman saya, merayakan Valentine itu termasuk tanda kalau kamu anak gaul.
Apakah mereka berzina? Setahu saya tidak. Pacarannya sebatas apel, ngobrol, jalan bareng, atau nonton di bioskop. Ada 2 atau 3 teman saya yang bunting sebelum tamat sekolah. Ini bukan kelompok anak-anak yang merayakan Valentine tadi.
Apa keterkaitan Hari Valentine dengan hubungan seks? Menurut saya tidak ada. Itu pengaitan yang keliru. Sama kelirunya seperti orang mengira matahari terbit karena ayam berkokok, karena mereka biasa mendengar ayam berkokok sebelum matahari terbit.
Ketimbang ribut soal Hari Valentine, lebih baik belajar banyak hal soal seksualitas anak secara ilmiah. Jangan terjebak pada stigma, misalnya, bahwa di Barat itu soal hubungan seks di kalangan remaja adalah hal yang biasa dan dibebaskan oleh orang tuanya. Kalau Anda mau membuka halaman pendidikan remaja di Barat, Anda juga akan menemukan bahasan soal bagaimana menyikapi persoalan seksual remaja.
Remaja punya hasrat seksual. Itu normal. Bahkan sebenarnya hasrat seksual itu tidak selalu tumbuh atau dimulai di usia remaja. Pengalaman seks pertama, yaitu pengalaman merasakan sensasi seksual (secara populer disebut sexual awakening, tapi ini bukan istilah ilmiah) sangat beragam saat mulainya. Ada anak yang sudah merasakan pengalaman itu di usia 8-9 tahun.
Kalau ada anak yang lebih kuat ketertarikannya kepada hubungan seksual, itu normal saja. Memang tingkat ketertarikan pada hubungan seks itu beragam. Ada anak, yang dalam bahasa keseharian disebut "gatel", libidonya tinggi. Ada yang tidak. Itu harus dipahami. Jangan pukul rata.
Lebih menarik lagi, ada yang tertarik pada lawan jenis, ini mayoritas. Tapi ada yang tertarik pada yang sejenis. Ada yang tertarik pada 2 jenis. Ada pula yang tidak tertarik sama sekali.
Ketimbang panik dan takut pada satu hal "anakku bakal berzina" para orang tua sebaiknya belajar lebih luas soal seksualitas remaja. Pada intinya, tidak ada orang tua yang menginginkan anak-anaknya berhubungan seksual di usia remaja. Tapi bagaimana membuat itu tidak terjadi, harus dipahami dengan benar. Salah satu yang harus dipahami dengan benar tadi adalah perayaan Valentine tidak berhubungan dengan perzinaan.
Apa yang harus diperhatikan? Sebenarnya ini bukan spesifik soal zina saja. Ini soal bagaimana anak kita memandang hidup, dan bagaimana ia memaknai masa remaja. Anak-anak harus disadarkan bahwa mereka sedang berproses menjadi orang dewasa. Kelak sebagai orang dewasa mereka harus bertanggung jawab penuh terhadap semua hal, yaitu ekonomi, hubungan sosial, termasuk juga hubungan seksual. Pendidikan adalah cara untuk mengajarkan tanggung jawab dalam semua hal.
Berbagai hal yang akan menjadi tanggung jawab itu saling terkait. Kemapanan secara ekonomi terkait erat dengan tanggung jawab seksual. Seseorang yang bersenggama punya peluang untuk menghasilkan anak, yang harus diasuh, dan pengasuhan memerlukan kekuatan ekonomi.
Jadi, apa yang harus dilakukan? Kenalkan anak pada peta masa depan mereka. Arahkan mereka untuk sibuk memikirkan dan beraktifitas untuk peta itu. Pikiran seksual pasti selalu ada. Tapi kalau anak sibuk dengan berbagai urusan lain, pikiran seksual itu akan kecil saja porsinya.
Lalu kenapa ada anak-anak yang sampai berhubungan seksual? Di antara berbagai sebabnya, saya tuding lemahnya kontrol orang tua. Saya suka perhatikan anak-anak yang suka keluyuran naik sepeda motor di dekat kompleks perumahan kami. Beberapa di antaranya mojok, duduk berdempetan di atas sepeda motor, ceweknya diraba-raba.
Apa yang terjadi di situ? Orang tua memberi anaknya fasilitas untuk pergi jauh secara tidak bertaggung jawab. Di tempat yang jauh dari kontrol orang tua, semua bisa terjadi. Coba tanya anak-anak ini. Apakah mereka punya peta masa depan dalam pikiran mereka? Besar kemungkinan tidak. Jadi yang memenuhi benak mereka hanya seputar soal HP, bagaimana menarik perhatian si A lawan jenis dia, dan bagaimana hubungan dengan lawan jenis tadi. Tidak jarang pula anak perempuan dieksploitasi secara seksual oleh pacarnya, tanpa ia menyadarinya.
Ringkasnya, ini adalah anak-anak yang nalarnya tidak tumbuh, pengetahuannya tidak cukup untuk membuat keputusan yang tepat soal hidup dia sendiri. Kenapa bisa begitu? Karena orang tuanya tidak mendidik dia dengan cukup.
Kalau anak-anak seperti itu berzina, itu adalah konsekuensi natural saja. Anak-anak yang tidak punya pengetahuan dan prinsip soal hidup akan merespon kejadian di sekitar dia berdasarkan tekanan keadaan. Ketika pacarnya meraba-raba, misalnya, ia lebih mementingkan terjaganya hubungan dengan sang pacar ketimbang soal kepatutan. Konsep kepatutan tidak ada di pikirannya. Ketika ia diajak masuk ke kamar, ia tak kuasa menolak, dan seterusnya.
Apakah itu soal Hari Valentine? Bukan. Itu soal anak-anak yang tidak dididik dengan benar oleh orang tua mereka.
Baca juga artikel saya selingkuh dibenarkan atau tidak
0 Comments