Apa Alasan Menikah, Kenapa Menikah dan Tujuan Menikah












Kenapa dan Tujuan anda Menikah
Jawaban lengkapnya adalah untuk membentuk keluarga. Mulai dari menemukan pasangan yang cocok, membangun kebersamaan, menciptakan kebahagiaan berdua. Kemudian punya anak, mendidik mereka agar tumbuh jadi anak yang mandiri dan berakhlak baik.


Untuk itu banyak hal yang harus disiapkan. Pertama, kedua orang, laki-laki dan perempuan, harus punya kedewasaan berpikir. 
Mereka sanggup memahami tanggung jawab sosial, juga sanggup belajar lebih lanjut untuk memenuhi tuntutan tanggung jawab selanjutnya. Tanggung jawab apa? Hidup sendiri itu berbeda dengan berdua. Tuntutan tanggung jawab serta beban psikisnya berbeda.

Pengertian dan Artinya Menikah
Menikah artinya siap dengan berbagai perubahan itu. 
Gagal dalam menyiapkan mental, gagal belajar dan beradaptasi menyebabkan kegagalan pernikahan.

Kedua, tentu saja mereka harus siap secara finansial. Tidak sekadar siap dalam arti memiliki sumber nafkah, tapi juga siap untuk mengelola keuangan secara dewasa. Jangan sampai setelah menikah, misalnya, salah satu dari mereka atau malah keduanya, lebih banyak menghabiskan uang untuk hobi, dengan mengabaikan masa depan ekonomi keluarga.

Kebutuhan dalam 2 hal itu akan berlipat magnitudenya ketika pasangan itu punya anak. 
Beban psikisnya bertambah, tanggung jawab juga bertambah. 
Kemampuan belajar hal baru serta kemampuan beradaptasi juga meningkat. Demikian pula tuntutan kebutuhan ekonomi meningkat. 
Gagal mengelola itu semua berakibat rumah tangga hancur. 
Kini kehancurannya punya akibat parah, yaitu anak yang harus menanggung beban kesalahan orang tuanya.

Menikah itu Berat Harus Memiliki Pikiran Yang Matang Dalam Segala Hal,
Jangan dianggap enteng atau remeh. Tapi juga tidak perlu ditakuti. Yang diperlukan rasa tanggung jawab, dan kemauan untuk terus belajar. Artinya, anak-anak remaja yang belum siap dengan tanggung jawab itu jangan didorong untuk menikah. Ajari mereka untuk bertanggung jawab.

Sayangnya, bagi segolongan orang menikah itu direduksi menjadi satu hal: agar hubungan seks menjadi halal. Menikahlah agar tidak berzina. Apakah kalau sudah menikah orang pasti tidak berzina? Tidak juga. Kalau sudah menikah orang berhenti berzina, kita tidak akan mengenal istilah selingkuh. Sebaliknya, apakah kalau tidak menikah pasti berzina? Tidak juga. Banyak orang yang lajang, tapi bisa menjaga diri agar tidak berzina.

Ini adalah orang-orang yang pusat pikirannya adalah seks. Dorongan seksual dianggap sesuatu yang harus segera dipenuhi ketika dorongan itu terbentuk dalam tubuh manusia. Ibaratnya, asal sudah bisa ngaceng, senggamalah. Agar senggamanya halal, menikahlah. 

Yang ada di pikiran mereka, kalau anak remaja, mereka pasti pengen senggama, dan tidak bisa mengendalikan diri. Waduh! Semua orang pernah jadi remaja. Saya juga, tentu saja. Apa yang ada di pikiran kita ketika remaja? Seingat saya, tidak pernah terpikir untuk senggama. Suka sama cewek, itu normal. Yang dirasakan cuma ingin dapat perhatian, ingin ngobrol.

Dorongan seksual itu ada, tapi tidak mendominasi. Kehadirannya menjadi sangat lemah ketika anak disibukkan dengan pelajaran sekolah, berolah raga, main game, dan sejenisnya. Bahkan anak-anak yang pernah menonton film porno sekali pun tidak serta merta mencari lawan untuk mencoba. 

Tapi bukankah banyak anak-anak yang terjerumus dalam hubungan seks usia dini? Ya. Tapi coba periksa profil mereka. Umumnya berasal dari keluarga yang tidak memberi perhatian cukup pada anak. Pakai logika saja. Kalau anak selalu dalam pengawasan orang tua, bagaimana mungkin dia berzina? 

Tapi kan kita tak mungkin bisa mengawasi selamanya? Itulah masalahnya. Banyak orang berpikir anak boleh lepas dari pengawasan. Banyak pula yang berpikir tidak ingin capek-capek mengawasi anak. Ini adalah orang-orang yang menikah dan punya anak dalam keadaan belum punya rasa tanggung jawab yang cukup. 

Cara Berpikir Umum Yang Salah
Seks adalah pusat pikiran segolongan orang. Pendidikan anak pusatnya ada di soal bagaimana agar mereka tidak senggama. Perempuan dilihat dalam wujud objek seks. Kalau mereka berdandan dengan jenis dandanan tertentu, mereka dianggap sedang menawarkan diri untuk disenggamai. Kalau tidak secara suka rela, dipaksa pun boleh.

Ada orang-orang yang berpikir bahwa perempuan yang bekerja di luar rumah sama artinya dengan terpapar pada kemungkinan berhubungan seksual dengan orang lain, atau jadi objek seksual pihak lain. Ada laki-laki yang menganggap kalau istrinya di luar rumah, laki-laki lain akan memandangnya sebagai objek seks. Itu adalah refleksi pikirannya sendiri. Dia kalau melihat perempuan, selalu dalam konteks hubungan seksual.

Post a Comment

0 Comments