Istri ke 2 ( istri Muda )
Derita Di Madu
Seraya pandanganku meremang, aku kaget bukan kepalang saat kudengar Mas Bayu ngobrol di ponsel miliknya, tidak biasanya telfon menjauh dariku, kini gelagatnya begitu mencurigakan.
"Iya, sayang. satu jam lagi aku sampai, kamu tunggu ya!"
sayup-sayup kudengar percakapan begitu mesra, beberapa bulan lamanya aku tak mendengar kata-kata itu keluar dari mulut mas Bayu namun sekarang aku mendengarnya sendiri tetapi tidak untuku, apakah ini yang dinamakan definisi sakit tak berdarah?
Pasti itu perempuan yang bernama Intan, yang pernah kulihat beberapa panggilan di ponsel milik Mas Bayu beberapa hari yang lalu.
Seakan tubuh ini lunglai, netraku berkaca-kaca mendengar obrolan suamiku dengan wanita lain.
Dengan nafas naik turun, ku mencoba tenang dan kutarik nafas panjang. Kuberanikan diri untuk memanggilnya.
"Mas"
"Eh, I-iya sebentar lagi sampai, Aku baru saja mengantar ibuku pulang dari rumah sakit"
Ucapnya salah tingkah saat mengetahui keberadaan ku yang tak jauh darinya.
Aku yang sedang berdiri di depan pintu,
Seketika mengernyitkan kening ku mendengar Mas Bayu yang mengalihkan pembicaraan, kemudian langsung menghentikan pembicaraan dan menaruh ponselnya pada saku celana miliknya.
"Wina, aku akan kembali ke kantor, kamu tolong bawa koper ibu kedalam ya!"
Kata mas Bayu sambil menunjuk ke arah koper yang sedari tadi berada di sampingnya.
"Mas, kamu nggak mau minum dulu? Kubuatkan Teh supaya badan Mas hangat."
Pintaku kepada mas Bayu, berharap dia mau menerima tawaranku.
"E-enggak usah, aku sudah di telfon Bara, akan ada meeting satu jam lagi"
ucapnya terburu-buru kemudian melangkah masuk kedalam mobil, kemudian aku berjalan mengekorinya, tak butuh waktu lama untuk melajukan kendaraan nya, kini mas Bayu mulai hilang dari pandanganku.
"Mas Bayu, sekedar ngeteh saja kamu menolak Mas, apa sebenarnya mau mu?"
Gumamku setelah kepergian Mas Bayu, hati ini semakin cemas tidak karuan karena takut suamiku pergi bersama wanita itu.
Kuletakkan begitu saja koper milik ibu, dengan kecemasan yang melanda hati ini. Kemudian aku berjalan gontai menuju kamar, kurebahkan tubuhku pada tempat tidur, kusandarkan kepalaku pada heaboard Tiba-tiba nama Bara terlintas di benakku.
Bara adalah teman sekantor Mas Bayu sekaligus tetanggaku dulu waktu aku belum menikah dengan Mas Bayu Bara masih sekolah, keluarganya juga sangat sopan dan sayang kepada keluargaku, apalagi ibunya, Bu Yuni nama nya beliau sudah kuanggap seperti ibu kandungku sendiri karena selalu memberikan nasehat layaknya anaknya sendiri.
Setelah Kelulusan Bara kuajak dia untuk bekerja dengan mas Bayu.
"Kenapa aku tidak mencoba menghubungi Bara saja, setidaknya ada kabar Mas Bayu dari Bara, dan siapa tau Bara bisa membantuku memberi informasi tentang Mas Bayu."
Segera kuambil benda pipih yang tergeletak di nakas sebelah tempat tidur kutekan tombol power dan kubusap perlahan tanda kunci. Kemudian aku mulai berselancar di aplikasi berwarna hijau, kini jari-jari ku maenari-nari dengan lincahnya di atas ponsel untuk mencari nama Bara disana.
Tak menunggu waktu lama, telfonku tersambung pada nama Bara.
"Halo, Bara.?"
"Halo, mbak.ada apa, Mbak Wina. tumben sekali menghubungi aku?" sambung bara yang terdengar dari kejauhan.
"Gini, Bar. mbak mau tanya, apa sore ini Mas Bayu ada di kantor ?"
"Loo katanya Mas Bayu sedang ada di rumah sakit mbak, katanya Bu Rima yang sakit."
"Iya, Bar. tapi ibu sudah di bawa pulang, ini lagi istirahat, tapi tadi mas Bayu balik lagi ke kantor katanya satu jam lagi ada meeting, gitu."
"Hari ini nggak ada meeting, mbak. aku aja mau pulang ini"
Seketika keningku mengernyit, saat tau kebohongan mas Bayu, bagaimana tidak tadi dia berangkat ke kantor dengan alasan akan ada meeting.
"Apa, Bar.? Nggak ada meeting hari ini?
Emm.. kamu tau nggak mas Bayu pergi kemana?"
Tanyaku penasaran kepada Bara berharap Bara tau keberadaan Mas Bayu.
"Nggak tau, mbak. kan aku lagi dikantor sekarang"
"Emm begini Bar, kamu mau nggak ngasih informasi tentang Mas Bayu kepada mbak? Tapi jangan sampai ada yang tau"
ucapku dengan nada pelan, takut ada yang mendengar.
"Ee tapi mbak?" kata Bara ragu.
"Sudah, nanti akan ada bonus buat kamu, Bar."
"Bukan begitu, mbak. aku ikhlas kok bantuin, mbak. tapi takutnya nanti Mas Bayu tau dan malah mengira kalau aku mengadu domba mbak sama Mas Bayu"
Ucapnya dengan sedikit ragu.
"Nggak papa, Bar. ini buat kebaikan mbak, kamu tolong bantuin mbak ya?" ucapku memelas.
"Iya iya mbak" jawab Bara yakin.
*****
Akhirnya aku bisa bernapas lega, setidaknya aku bisa tau informasi tentang Mas Bayu dari Bara.
Lagi dan lagi, Rasanya hatiku tak karuan saat aku menyimpan kerinduan pada cinta pertamaku. Yaa bapak adalah cinta pertamaku yang selalu aku rindukan saat keadaan terpuruk seperti ini, aku berusaha menyembunyikan buliran bening ini dari ujung netra ku.
Tess..
Kemudian buliran bening di pelupuk mata tidak bisa aku tahan untuk keluar dari sarangnya.
Aku menangis tersedu-sedu berharap Mas Bayu akan cepat pulang dan membawakan ku nasi goreng kesukaan ku, seperti yang sering dilakukan dulu setelah pulang kerja, namun rasanya seperti mustahil hal itu akan terjadi, karena terbukti mas Bayu telah berpaling dariku demi wanita lain, lalu aku ini di aggap apa? Apa aku ini hanya di anggap pengasuh ibunya saja?
Terlihat dari jendela, awan yang masih gelap, rintik hujan pun masih terbawa kabur oleh angin, aku kembali duduk dan bersandar pada headboard hanya di temani teh hangat di tanganku, sesekali aku menyecap rasa manis nya teh yang ku pegang berharap rasa manis itu mengobati hati yang luka ini.
Drrttt..drrttt..
Tiba tiba ponselku berbunyi, menandakan ada panggilan masuk segera kuambil benda pipih itu di saku gamisku, berharap ada kabar dari Bara tentang Mas Bayu.
Nyatanya bukan nama Bara yang ada di panggilan melainkan Bi Ira.
Segera ku usap keatas tombol warna hijau dan tersambung pada bi Ira.
"Halo, bi."
"Halo, neng. apa kabar neng disana?"
Tanya bi Ira dengan girang, karena sudah lama juga aku tak pernah ngobrol dengannya.
"Alhamdulillah baik, Bi. Bapak Gimana bi, baik-baik saja kan?"
Tanya ku balik kepada Bi Ira sambil ku ulas senyum bahagia.
"Alhamdulillah bapak baik, neng. ini bapak mau ngobrol sama neng Wina"
"Halo, Wina. gimana kabarmu nak? Lama kamu nggak main kesini jenguk bapak"
Entah kenapa saat mendengar suara bapak hati ini terasa terguncang, ingin rasanya menyampaikan kalau aku sedang tidak baik-baik saja, namun itu hanya akan menyakitkan untuk bapak, sosok yang kurindukan dan yang sudah membesarkan ku hingga aku jadi wanita kuat seperti ini akhirnya rasa rindu ini terobati walau hanya dengan mendengar suara nya saja.
"Bapak.."
Ucapku lirih kepada seseorang yang sangat kurindukan. Ku usap cairan bening yang membasahi pipi.
"Wina baik-baik saja disini, Wina juga kangen sama, Bapak. Mas Bayu masih banyak tugas Pak, dan Wina di rumah juga jagain ibu, kemarin ibu habis masuk rumah sakit lagi, jadi Bapak nggak usah khawatir ya kalau Wina nggak jenguk bapak, nanti kalau Mas Bayu ada waktu senggang Wina jenguk bapak"
Ucapku panjang lebar membohongi bapak, nyatanya Mas Bayu sudah ingkar kepada keluargaku termasuk dengan Bapak.
"Iya, nak. Bapak Kangen sekali sama kamu. Bapak hanya ingin tahu kabarmu, karena beberapa hari ini bapak mimpi buruk terus tentang kamu. Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Mendengar suaramu saja Bapak sudah senang, nak."
ujar Bapak Kemudian lagi dan lagi buliran bening ini keluar dari sarangnya, terbukti setelah bapak mengucap mimpi buruk tentangku nyatanya benar ikatan batin seorang bapak kepada anak tidak bisa di bohongi.
"Wina juga kangen sama Bapak."
Kata ku sambil menahan Isak tangis, tak ingin terdengar oleh bapak, aku segera berusaha menenangkanb kegundahan hatiku.
"Yasudah kalau begitu Jaga dirimu baik-baik ya!, sampaikan salam Bapak kepada ibu mertuamu dan juga Bayu"
"Baik, pak. Nanti kusampaikan salam bapak, Bapak juga jaga kesehatan ya!"
"Iya, Nak. yasudah bapak tutup telfonnya ya, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Jawabku sambil menyeka buliran bening pada sudut netraku.
Teh hangat yang sedari tadi menemaniku kini sudah berubah menjadi dingin, yaa.. dingin sekali seperti hati Mas Bayu padaku saat ini.
Bersambung..
0 Comments